Jumat, 17 November 2017

Optimalisasi Cyber Law Sebagai Dasar Hukum untuk Penanganan Cyber Crime 
di Indonesia
Perkembangan teknologi dan pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi (handphone, komputer, email, facebook, instagram, internet dan sebagainya) telah merubah perilaku masyarakat dan membawa efek yang besar dalam peradaban manusia secara global. Teknologi informasi dan komunikasi telah  dimanfaatkan dalam berbagai aspek dalam kehidupan manusia baik dari sektor pemerintahan, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan maupun untuk kepentingan pribadi dan sebagainya. Namun dalam perjalanannya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya membawa dampak positif bagi pengguna namun juga membawa dampak negatif yang dimana teknologi membuka ruang yang dijadikan media untuk melakukan kejahatan-kejahatan di dunia maya (cyber crime) sehingga diperlukan hukum untuk mengatasi dan mempersempit ruang buat melakukan kejatan di dunia maya yang di sebut dengan cyber law

Cyber law hadir sebagai alat pengendali pelanggaran hukum di dunia maya. Hukum  konvensional mengatur perilaku tiap individu atau sekelompok individu untuk tidak melakukan pelanggaran atas apa yang telah disepakati bersama telah merugikan pihak lain.

Pengertian Cyber Law
Adalah segala aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber law sendiri merupakan istilah yang berasal dari cyberspace lawCyber law merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.

Tujuan Cyber law
Cyber Law sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.

Ruang Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. 
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :
§ Copy Right (Hak Cipta)
§ Trademark (Hak Merk)
§ Defamation (Pencemaran Nama Baik)
§ Hate Speech (Fitnah, Penghinaan,Penistaan)
§ Hacking, Viruses, Illegal Access (Serangan terhadap fasilitas computer)
§ Regulation Internet Resource
§ Privacy
§ Duty Care (Prinsip Kehati-hatian)
§ Criminal Liability
§ Procedural Issues (yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll)
§ Electronic Contract (kontrak elektronik dan di tanda tangan digital)
§ Pornografi
§ Consumer Protection (Perlindungan konsumen)
§ Robbery (Pencurian)
§ E-Commerce, E- Government

Topik-topik Cyber Law
Secara garis besar ada lima topik dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari     pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi ekspor-impor, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.

Komponen-komponen Cyber Law

Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisis dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
Ke-dua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
Ke-tiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang  patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;  
Ke-empat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;
Ke-lima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
Ke-enam,tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;
Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

Asas-asas Cyber Law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
ü Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain;
ü Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan;
ü Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku;
ü Passive nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban;
ü Protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah;
ü Universality atau sering di sebut “universal interest jurisdiction”. Pada awalnya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. namun kemudian asas ini di perluas sehingga mencakup kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), contohnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti komputer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan

Teori-teori Cyber Law
The Theory of the Uploader and the Downloader,  Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. contohnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini.
The Theory of Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana mereka di catat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.
The Theory of International Spaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality.

Jenis-jenis Kejahatan Cyber Law

1. Joy Computing
Adalah pemakaian computer orang lain tanpa ijin (pencurian waktu operasi komputer)
2. Hacking
Adalah mengakses secara tidak sah atau tanpa ijin dengan alat alat suatu terminal
3. The Trojan Horse
Manipulasi atau program dengan jalan mengubah data atau unstruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
4. Data Leakage
Adalah menyangkut bocornya data keluar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan
5. Data Diddling
Adalah perbuatan mengubah data valod atau sah dengan cara yang tidah sah mengubah infut atau output data
6. To Frustase Data Communication
Menyia-nyiakan data komputer
7. Software Privacy
Adalah pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.

Dasar Hukum Yang Menangani Kasus Cyber Crime di Indonesia 

Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai Cyber crime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime, para Penyidik ( khususnya Polri ) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yg ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cyber crime antara lain:

1. KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana )
Pasal 362 KUHP Tentang pencurian ( Kasus carding )
Pasal 378 KUHP tentang Penipuan ( Penipuan melalui website seolah-olah menjual   barang)
Pasal 311 KUHP Pencemaran nama Baik ( melalui media internet dengan mengirim email kepada Korban maupun teman-teman korban)
Pasal 303 KUHP Perjudian (permainan judi online)
Pasal 282 KUHP Pornografi ( Penyebaran pornografi melalui media internet).
Pasal 282 dan 311 KUHP ( tentang kasus Penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet).
Pasal 378 dan 362 (Tentang kasus Carding karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membayar, dengan kartu kredit hasil curian )

2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Khususnya tentang Program Komputer atau software

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, (penyalahgunaan Internet yang menggangu ketertiban umum atau pribadi).

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Pencucian Uang.

5. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme  

Cyber law di Indonesia tidak akan berjalan dengan baik dan berhasil di terapkan jika aspek yurisdiksi hukum diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cyberspace menyangkut  antar wilayah, dan antar negara danhubungan antar kawasan oleh karena itu, penetapan yuridiksi yang jelas mutlak diperlukan. Dalam dunia cyber ada tiga yurisdiksi yang dapat diterapkan  Pertama, yurisdiksi legislatif di bidang pengaturan, kedua, yurisdiksi judicial, yakni kewenangan negara untuk mengadili atau menerapkan kewenangan hukumnya, ketiga, yurisdiksi eksekutif untuk melaksanakan aturan yang dibuatnya. Saat ini di Indonesia cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah menjadi kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada saat ini, yaitu dengan banyaknya kegiatan cyber crime yang terjadi. Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber diperlukan komitmen kuat dari elemen Pemerintah dan DPR namun disamping itu pula yang tak kalah penting adalah aturan yang di buat akan melahirkan produk hukum yang adaptable dan untuk mencapanya dibutuhkan masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat dan komunitas cyber. Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyber law mustahil bisa terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di bidangnya.        

Optimalisasi Cyber Law  Sebagai Dasar Hukum untuk Penanganan Cyber Crime   di Indonesia Perkembangan teknologi dan pemanfaatan teknolog...